Pusat Sains Kelapa Sawit INSTIPER Yogyakarta Gelar Launching FoSI on Podcast

Untuk menyongsong Forum Sawit Indonesia (FoSI) 2023 yang akan digelar pada November mendatang, Pusat Sains Kelapa Sawit (PSKS) INSTIPER Yogyakarta melakukan launching FoSI on Podcast (FoSI-oP), pada Rabu (12 Juli 2023), di Perpustakaan Pusat INSTIPER Yogyakarta dengan mengambil tema “Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia 2030”.
FoSI-oP merupakan forum diskusi, diseminasi dan sosialisasi bagi insan perkelapasawitan Indonesia untuk membangun keberlanjutan kelapa sawit Indonesia. FoSI oP merupakan tindak lanjut dari kesuksesan penyelenggaraan FoSI 2022. FoSI Op diinisiasi oleh PSKS INSTIPER Yogyakarta, dan direncanakan akan diselenggarakan setiap bulan mulai Juli – November 2023 sebanyak 5 kali dengan membahas topik-topik terkait kebijakan di industri kelapa sawit.
Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit (PSKS), Dr. Purwadi mengatakan “soft launching FoSI 2023 dengan format Podcast (FoSI on Podcast) sebagai agenda tambahan sebelum pelaksanaan FoSI 2023”.
“Para stakeholders telah melaksanakan FoSI 2022 yang telah memunculkan pemikiran dan strategi untuk membangun sawit Indonesia menuju 2045. Dengan adanya FoSI 2022 telah menyapakati FoSI menjadi agenda tahunan yang akan membahas dan mengusulkan regulasi atau kebijakan terkait dengan pembangunan industri sawit Indonesia,” ujarnya.
Dalam podcast perdana ini menghadirkan 5 narasumber, yaitu Dr. Ir. Harsawardana, M.Eng selaku Rektor INSTIPER, Eddy Martono selaku Ketua Umum GAPKI, Sunari selaku Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Achmad Manggabarani selaku Ketua FP2SB, Mula Putera selaku Koordinator Tanaman Kelapa Sawit Dirjenbun Kementerian Pertanian RI, dan dimoderatori oleh Dr. Ir. Purwadi, MS selaku Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit.
Menyelaraskan dengan tema FoSI oP perdana ini juga membahas bagaimana meningkatkan daya saing industri perkebunan kelapa sawit tanah air meski saat ini masih terus berbenah. Terutama pekebunan milik rakyat yang masih menghadapi berbagai kendala, diantaranya; rendahnya produktivitas, legalitas lahan, rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan jaringan atau akses pasar. 
“Perbaikan perkebunan rakyat perlu disegerakan, agar bisa setara dengan perkebunan besar swasta nasional (PBSN) dan perkebunan negara (PTPN). Apalagi perkebangannya cukup signifikan, disaat PBSN dan PTPN melakukan moratorium perluasan tanaman,” kata Mangga Barani.
Mangga Barani menambahkan, produktivitas kebun sawit rakyat yang rendah dan belum maksimal menjadi tantangan utama industri perkebunan sawit Indonesia. Saat ini, rata-rata produktivitas kebun sawit rakyat baru mencapai 2 ton per ha CPO masih jauh jika dibandingkan dengan swasta yang telah mencapai 6-8 ton per ha.
Hal yang sama disampaikan Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Sunari. Menurutnya, pemerintah terus berkomitmen dalam meningkatkan produktivitas perkebunan sawit rakyat. Diantaranya melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR) baik melalui Ditjen Perkebunan maupun kemitraan dengan perusahaan swasta.
“Salah satu tujuan PSR adalah meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat dengan memperbaiki tata kelolanya, mulai dari legalitas lahan, penggunaan bibit unggul dan penerapan GAP,” kata Sunari.
Menurut Sunari, indutri sawit telah menghasilkan devisa bagi negara Rp 600-700 triliun. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak memperbaiki kondisi perkebunan sawit rakyat agar produksi meningkat dan devisa yang dihasilkan semakin besar.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menambahkan, tantangan idustri kelapa sawit kedepan makin besar. Hal ini terlihat dari meningkatkan biaya produksi tidak sebanding dengan peningkatan harga produk sawit.
“Mulai sarana produksi, pupuk, tenaga kerja dan yang lainnya, terus meningkat tak sebanding dengan peningkatan harga komoditasnya. Tentu ini tantangan tersendiri bagi industri sawit agar terus bertahan,” kata Eddy.
Eddy mengakui, hingga saat ini industry sawit dalam negeri belum mampu menjadi pengendali harga, sehingga masih tergantung dengan pasar di luar negeri. Selain itu, fluktuasi harga sawit juga terpengaruhi dengan harga komoditas minyak nabati yang lain, sperti kedelai, canola, reepsed dan yang lainnnya.
“Supply and demend tetap berpengaruh terhadap harga produk  CPO. Sehingga Ketika supply minyak nabati yang lain berlebih maka harga minyak sawit pun tertekan,” pungkas Eddy.