Mahasiswa INSTIPER Yogyakarta Mengolah TBS Menjadi CPO di Pilot Plant INSTIPER: Dari Kebun ke Minyak Sawit
Industri kelapa sawit menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia, dengan produk utama berupa minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Di balik kemasan minyak goreng yang sering kita gunakan sehari-hari, terdapat proses panjang dan sistematis yang berawal dari pengolahan Tandan Buah Segar (TBS).
Setiap tahun, puluhan juta ton minyak sawit diproduksi untuk memenuhi permintaan pasar dunia. Tetapi, banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana proses pengolahan kelapa sawit dari TBS menjadi minyak sawit. Setiap tahapan dalam proses ini mempunyai peran penting dalam memastikan bahwa produk akhir memenuhi standar kualitas yang bagus.
Institut Pertanian Stiper (INSTIPER) Yogyakarta, institusi pendidikan yang menjadi pelopor dalam pengolahan sawit secara edukatif dan teknologi, tidak hanya mencetak lulusan berkualitas namun juga memberikan gambaran langsung tentang tahapan-tahapan penting dalam industri kelapa sawit.
Kegiatan Praktik Lapangan (PL) yang diadakan oleh INSTIPER merupakan bagian dari pembelajaran langsung di lapangan agar mahasiswa tidak hanya memahami konsep secara teoritis, tetapi juga mampu mengaplikasikan keterampilan teknis secara nyata. Dengan memanfaatkan fasilitas pilot plant yang dimilikinya, INSTIPER Yogyakarta melatih mahasiswa untuk mengolah TBS kelapa sawit hasil panen di kebun KP2 SEAT Ungaran menjadi CPO.
Mohammad Prasanto Bimantio, S.T., M.Eng selaku PLT Ketua Prodi Teknologi Hasil Pertanian menjelaskan, “Sebelum mahasiswa mengikuti PL pengolahan kelapa sawit, mahasiswa sebelumnya telah mengikuti PL budidaya kelapa sawit di kebun KP2 SEAT Ungaran. TBS yang telah dipanen kemudian dibawa ke kampus untuk diolah di pilot plant. Ada tujuh tahapan proses pengolahan TBS menjadi CPO di pilot plant INSTIPER yang mengikuti standar industri dan menjadi bagian dari pembelajaran berbasis praktik”.
Langkah atau proses pengolahan TBS yang pertama yaitu grading atau pengelompokan buah berdasarkan tingkat kematangannya. Ini penting untuk memastikan hanya buah berkualitas yang diproses, sebab mutu CPO sangat bergantung pada kualitas buah sawit. TBS yang terlalu muda atau terlalu tua bisa menurunkan rendemen minyak serta menghasilkan minyak sawit dengan kadar asam lemak bebas (FFA) yang tinggi.
Setelah dilakukan grading, TBS ditimbang untuk mengetahui volume bahan yang akan diolah. Proses ini penting bagi aspek logistik dan pencatatan produksi, terutama untuk keperluan analisis efisiensi dan rendemen minyak yang dihasilkan dari setiap batch TBS.
Langkah selanjutnya, buah yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam alat perebus atau sterilizer. Proses ini dilakukan pada suhu tinggi (sekitar 140–145°C) selama 60–90 menit. Tujuannya adalah untuk mematikan enzim lipase yang dapat meningkatkan kadar FFA serta untuk melunakkan daging buah dari bijinya agar mudah diolah.
Buah yang sudah direbus akan dipisahkan dari tandannya menggunakan alat yang disebut thresher. Alat ini berputar dan membanting tandan sawit agar brondolan (buah) terlepas sepenuhnya. Tandan kosong (empty bunch) akan dipisahkan dan bisa dimanfaatkan kembali sebagai pupuk kompos.
Selanjutnya brondolan dimasukkan ke dalam digester, alat berbentuk silinder yang dilengkapi pisau pengaduk. Proses pelumatan ini bertujuan menghancurkan mesocarp (bagian berdaging buah sawit) agar minyak dapat dengan mudah diekstraksi pada tahap berikutnya.
Setelah melalui digester, bubur buah sawit diproses di mesin screw press yang akan mengekstrak minyak dari mesocarp dengan cara pemerasan mekanis. Di sinilah CPO mentah pertama kali keluar, meskipun masih mengandung air, serat, dan kotoran lainnya.
Langkah terakhir adalah clarification, yaitu proses pemurnian CPO dari pengotor dan air. CPO dialirkan ke clarifier tankuntuk dipisahkan dari bahan padat seperti serat dan lumpur. Proses ini menghasilkan minyak sawit mentah yang lebih jernih dan siap untuk tahap pemurnian lanjutan di industri.
Proses yang dijalankan di pilot plant INSTIPER ini bukan hanya menjadi sarana edukasi bagi mahasiswa dan peneliti, tetapi juga menjadi model miniatur industri pengolahan sawit yang efisien dan berkelanjutan. Melalui pendekatan berbasis teknologi dan praktik langsung, INSTIPER berkontribusi dalam membentuk sumber daya manusia yang kompeten dan siap menghadapi tantangan industri sawit masa depan.
Mohammad Prasanto Bimantio, S.T., M.Eng menambahkan, “Selain mengolah TBS menjadi CPO, mahasiswa juga diajarkan untuk mengolah produk turunan kelapa sawit lainnya seperti Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), biodiesel, sabun, lilin, cookies, dan margarin. Kegiatan PL pengolahan TBS menjadi CPO ditujukan bagi mahasiswa praktik lapangan yang berasal dari Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Teknik Pertanian, Agribisnis, dan Agroteknologi”.
Betti Yuniasih, S.Si., M.Sc., selaku kepala Hubungan Masyarakat INSTIPER yang juga merupakan dosen di Program Studi Agroteknologi menambahkan, “Kegiatan PL di INSTIPER bersifat berkesinambungan antar acara dengan melibatkan program studi yang ada di INSTIPER. PL pengolahan CPO juga ditujukan bagi mahasiswa Prodi Agroteknologi, hal ini dimaksudkan supaya mahasiswa Program Studi Agroteknologi tidak hanya memahami proses budidaya yang baik. Namun memiliki kesadaran untuk menghasilkan TBS dengan kualitas bagus dan memanen TBS dengan kualitas matang. Karena kualitas TBS yang dipanen akan mempengaruhi kualitas CPO yang dihasilkan. Mahasiswa Program Studi Agribisnis juga mengikuti kegiatan PL pengolahan CPO untuk mendapatkan pemahaman bisnis proses industri kelapa sawit secara menyeluruh. PL pengolahan CPO juga ditujukan bagi mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian, hal ini dimaksudkan supaya mahasiswa memahami dalam proses pengolahan CPO memerlukan alat-alat dengan spesifikasi khusus sesuai fungsi masing-masing. Dengan demikian pemahaman mahasiswa tentang industri kelapa sawit menjadi holistik dari proses hulu hingga hilir”.
Dengan semangat inovasi dan keberlanjutan, pengolahan TBS menjadi CPO di pilot plant INSTIPER menjadi bukti nyata bahwa pendidikan tinggi dapat menjadi penggerak utama dalam pengembangan industri strategis nasional.
